Rabu, 25 Juni 2008

The Psychological Analysis on Patrisius' Poem WARM WET Circles. . . .

WARM WET Circles. . . .
Tears in her eyes,
Lipstick mark on the shirt collar,
Lips on the lips
Warm rounded lips on the cheek,

What else is left,
Hollow memories of bittersweet moments,
Haunting . . .

Puisi ini menggambarkan sisi dalam dari manusia…sebagai entitas yang paradox...yang berada di dalam pergolakan arus-arus kekuatan yang begitu kuat.
Kekuatan pertama adalah nafsu. Freud menamakannya sebagai id yaitu sebagai instansi yang berada dalam bawah sadar manusia namun stay dormant. Sifatnya sangat irrasional tanpa memperdulikan tatanan norma atau pranata moral. Dia bergerak atas prinsip kesenangan.
Sementara itu, kekuatan yang lain muncul sebagai instansi moral yang senantiasa mengingatkan manusia akan keteraturan hidup yang dibangun atas sendi moral. Frued menamakan ini sebagai superego. Superego juga bergerak dalam ranah irasionalitas yang terus menerus menghakimi dan kadang menyalahkan tanpa mau perduli apa pun konteks masalahnya.
Sementara manusia itu sendiri berada dalam dua kekuatan itu. Dia menjalani hidupnya dengan egonya..suatu instansi yang senantiasa ingin membahagiakan dua kekuatan tadi sehingga
Ada hal yang saya garis bawahi mengenai puisi ini yaitu kekuatan id, lust yang muncul dalam pusi ini direpresntasikan dalam beberapa sub heading di bawah ini:

Femininity
Kekuatan itu mau digambarkan dalam persona feminim.Lisptik dan air mata merupakan dua kata yang erat terkait dengan persona kewanitaan. Pertama, lisptik. Riset telah membuktikan 3 barang yang umum terdapat di tas wanita: dompet, hp dan lisptik.
Demikian juga airmata juga erat terkait dengan sisi kewanitaan. Airmata menunjukkan sisi ‘kerapuhan’ yang mudah tersentuh, terhadap sisi emosi. Wanita dijadikan analog yang memiliki kekuatan magnetis, menarik begitu dahsyat, dirindukan dimana sulit bagi siapapun untuk tidak mengatakan tidak atas kekuatan aura yang dimilikinya. Karena Eva maka Adam pun menurut makan buah pengetahuan baik dan buruk. Karena Helen maka perang yang dahsyat terjadi di Troy. Karena Cleopatra maka Julius Caesar sedia mengerahkan ribuan pasukannya menyerang Mesir. Karena Lady Macbeth maka Macbeth sang jenderal membunuh raja Duncan. Wanita memang symbol kekuatan yang magnetis.

Erotis
Pengalaman sejarah membuktikan bahkan Presiden Sukarno pun rela menikahi sesorang hanya karena melihat betis mulus seorang wanita. Daya tarik wanita memang tidak bisa dilepaskan dengan sisi sensualitasnya. Dalam puisi ini kta mendapapatkan ‘Lips on the lips ‘. Lips merupakan wujud daya tarik itu. Dan lips itu bertemu dengan lips yang lain. Peristiwa itu begitu erotis, begitu intim dan personal. Kerekatan hubungan antar dua manusia itu bisa dilihat dari posisi mana lips itu ditempelkan: kalau lips dengan lips jelas ini bukan lagi ciuman gaya orangtua dengan anak, atau teman dengan kerabat, namun sudah yang terintim. Pengalaman itu sulit dilupakan panas sepanas kecupan di pipi: warm rounded lips on the cheek.

Dimensi Spasial
Ada dimensi spasial yang tersirat bagaimana potertet yang terlupakan telah terjadi (atau senantiasa terjadi?) sabagaimana terecermin dari kata lipstick dan collar. Jarang orang pakai lipstick atau collar itu di tempat santai sebaliknya benda ini dikenakan justru di tempat yang formal seperti perkantoran dan sebagainya. Dengan menyampaikan ini maka secara spasial penulis ingin menyampaikan bahwa peristiwa ‘keintiman’ terjadi di tempat formal. Pertanyaanya adalah adakah korelasi antara tempat formal (tempat kerja misalnya) dengan godaan?

Concluding remark
Bait berikutnya merupakan kesan dari penulis teantang apa yang dia alami. What else is left,...Hollow memories of bittersweet moments, semua itu hanya momen kosong meaningless. Manis tapi pahit dirasakan. Kenyataannya dia tetap continually recurring to the mind. Hinggap terus di pikiran. Haunting . . .So kekuatan ini tetap dormant.

Puisi di atas mengingatkan saya akan pemikiran Frued tentang struktur kepribadian manusia. Dengan tidak bermaksud untuk menyederhanakan kompleksitas perilaku manusia, dari teori psikoanalisis Freud ini, perbuatan manusia itu dapat digolongkan menjadi 3kategori besar.
1) Perbuatan ekstrem libidinal: perbuatan yang semata-mata hanya memuaskan hawa nafsu saja.
2) Perbuatan ekstrem moral: perbuatan yang semata-mata ingin menghakimi dan menghukum orang lain dengan kekerasan dan melegitimasikan perbuatan itu atas dasar aturan norma tertentu.
3) Perbuatan wajar: perbuatan yang tidak mengekang hasrat dirinya yang memang sudah menjadi bagian dirinya namun juga tidak mengabaikan tuntutan moral sebagaimana menjadi tuntutan dan harapan dari masyarakat.
Kenyataanya hidup manusia selalu berlikak likuk di antara 3 kategori tadi.
Dan saya tutup analisis ini dengan sebuah pernyataan:
this poem portrays intricate realm of human existence. Yes, it is paradox in nature… Bittersweet . He has to stand amid two powerful streams… satisfying his lust and hence ignoring his conscience or vice versa and ...

Many Thanks to my Buddy Dr. Patrisius Djiwandono

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Great, great analysis of my lines, Mr. Ginting! So detailed, so profound,and so . . . true. Amazing to see how a mere expression of feeling can be dissected with that theoretical analysis. Thrilled to see my name on your title. Will rock the world:)

Anonim mengatakan...

Bicara soal rahasia daya tarik pria & cinta, saya baru saja menulis sebuah e-book terbaru yang akan merevolusi paradigma tentang dinamika sosial pria-wanita Indonesia dalam dunia romansa dan percintaan, berjudul The Secret Law of Attraction (bukan sampah new age seperti yang beredar selama ini), sekaligus kunci otomatis untuk menarik popularitas dan trafik blog Anda.

Download rahasia besar tersebut dalam e-book yang terdapat di http://www.hitmansystem.com/blog/the-secret-law-of-attraction-113.htm